MONOLOG AKU



USAHA MELUPAKAN
Karya Eva Rahmawati

di ruang tamu rumah sederhana hanya ada bapak ibu dan anak perempuannya. mereka sedang asik menonton tv. walaupun tv mereka belum seperti tv umumnya yang sudah lcd. karena rumah itu tak begitu besar jadi ruang tamu dengan ruang keluarga menjadi satu. jangan mengira tamu tak dapat duduk. disana ada kursi walaupun jumlahnya hanya seperti jumlah keluarga itu. namun sayang kakak lekakinya tak bergabung menikmati senja berkumpul bersama dan berbagi cerita.
Pak, nanti sore aku mau ke sekolah. Mau lihat pengumuman SNMPTN. Soalnya pengumuman dimulai pukul 3 sore pak. Siapa tau aku diterima dan bisa masuk ke kampus yang bagus itu yang berada di kota pelajar katanya. Kalau aku diterima kan aku bisa meringankan bebanmu pak. Kuliah juga nggak bayar kok tapi dapat sangu. Tapi ya itu jauh dari rumah dan kalau diterima juga. Lantas bagaimana jika aku tak diterima.
kebingungan tergambar dari raut wajah kedua orang tua itu. karena tulang punggung hanya satu dan harus menafkahi kedua anaknya yang masih duduk di bangku perkuliahan.
Ya semoga saja kau diterima. Kalau kau tak diterima mau gimana lagi aku ya harus sanggup menyekolahkanmu kalau kau memang ingin bersekolah. Tapi aku juga boleh berharapkan kalau kau bisa masuk ke kampus itu.
jam dinding sudah menunjukan pukul setengah tiga. walaupun kecil rumah itu juga memeliki jam dinding.
Waduhh.. sudah setengah tiga ini. Aku mau mandi dulu ah (berlari ke kamar mandi). Aku bawa motor sendiri saja ya pak (keluar dan siap ke sekolah).

saat tiba di sekolah
Woy..gimana? sudah bisa dibuka? Aku bukain dong. Wah kau ini datang datang sudah ribut saja. Ini susah nggak mau jalan. Padahal sudah pakai wifi. Mungkin semua sedang mengakses untuk membukanya. Jadi server tak mampu menampung. Kau pikir makanan. Kalau kau tak diterima apa mau ikut SBMPTN. Aku sebenarnya sudah diterima di kampus swasta di Semarang. Lalu kenapa kau daftar SNMPTN. Iseng aja siapa tau aku diterima. Kamu tau tidak aku ini daftar disana sudah lama sekali. Awal pendaftaran mahasiswa baru aku sudah daftar.
Kamu sendiri gimana? Aku juga bingung aku berharap besar diterima. Aku kan daftar beasiswa yang tak bayar kuliah itu. Ya tau sendiri biaya hidup di kota kan tak murah. Kalau di desa tidak punya uang kita bisa ambil dikebun sayur seadanya. Kalau di kota mau ambil dimana. Milik tetangga? Itu juga kalau tetangga punya kebun.
Wis gage dibuka,ojo kakehan ceramah. Iki wis ora sabar.
dan setelah menunggu lama akhirnya pengumuman dapat di buka juga
Wahh,aku tidak diterima (sambil tertawa namun sebenarnya memendam kesedihan)
La aku gimana? Buruan buka. (sambil menatap layar laptop)
Sabar,ini sedang loading, sambil menunggu gimana kalau kamu berdoa semoga saja diterima. Wah ini kalau warnanya merah pasti tidak lolos. Benar kan dugaanku warnamu merah. Sudah kamu tak lolos. Aduhh gimana ini aku tak lolos (dengan raut muka sedih)
Sudah jangan sedih,gimana kalau kamu ikut daftar di kampus yang sama denganku saja. Kayanya si ada beasiswa Bidikmisinya. Dulu IKIP tapi sekarang sudah jadi Universitas. Memang sih belum negeri.
Nanti aku bicarakan dengan orang tuaku. (masih dengan wajah yang sedih berkaca-kaca).




karena sudah sore akhirnya semua meninggalkan sekolah
Aku pulang dulu ya, nanti aku kabari kalau aku jadi bareng kamu. Sebenarnya aku tadi ingin menangis tapi aku malu sama teman-temanku. Gimana nggak sedih aku tidak diterima. Mungkin aku salah mengambil jurusan sehingga aku tidak di terima. Atau mungkin aku tak mampu di kuliah di kampus negeri.
saat tiba di rumah dan bercerita dengan keluarga di depan tv sambil makan malam dengan lauk seadanya
(masuk pintu rumah dengan sedih sambil menitikan air mata) aku nggak diterima SNMPTN pak. Aku gagal teman-temanku ada yang gagal ada juga yang lolos. Tadi saat di sekolah aku diajak untuk mendaftar di PGRI Semarang dulu IKIP namun sekarang sudah Universitas. Gimana pak apa boleh? (masih dengan menangis tersedu-sedu)
Pak,buk aku sebenarnya ingin sekali mendaftar menjadi kowat. Apa aku boleh. Aku hanya ingin mencoba mendaftar saja. Kalau aku diterima aku ya tidak kuliah tapi kalau aku tidak diterima aku kuliah.(dengan wajah penuh harapan)
Iya memang si aku tidak tinggi. Tapi kan tidak ada salahnya mencoba. Karena tidak seketat polisi mendaftarnya buk.
Keesokan harinya ia pergi ke Kodim
Buk,aku mau ke kota. Mau mencoba mendaftar. Kemarin aku sudah meminta saran guru BK katanya langsung saja ke kota. Sekarang aku mau kesana bersama temanku. Semoga saja tak ada tilangan kan aku belum punya SIM. Ya begini lah nasib tinggal di desa. Jauh dari pusat kota. Apa-apa harus ke kota.
setelah dua jam perjalanan akhirnya sampai di kodim
Ini lewat mana ini. Ramai sekali disana. Apa kita tunggu saja sampai acara selesai. Gundulmu kuwi mbok pikir acara sejam rongjam rampung. Wis ayo rono wae. Ya sudah ayo kesana. Kamu yang bilang ya aku tidak berani.
Selamat siang pak (sambil berjabat tangan), pak saya mau bertanya mengenai pendaftaran untuk tentara kalau mau minta formulir dimana ya pak (dengan nada sedikit canggung). Mau daftar apa kamu? Kowat? Yang mana yang mau daftar. Dia apa kamu (sambil menunjuk). Saya pak yang mau daftar ini teman saya hanya mengantarkan (dengan berani aku menjawab). Kalian terlambat. Pendaftaran sudah tutup senin kemarin. Masa sih pak? Apa tidak ada kelonggaran waktu lagi. Kasihan pak kami sudah jauh-jauh kesini (dengan wajah memelas dan berkaca-kaca)
Apa boleh buat semua sudah terlambat. Memang aku tidak ditakdirkan disitu. Ya sudah ayo kita pulang. Eh tunggu dulu, kita jalan-jalan saja. Masa jauh-jauh kesini cuma gitu aja kan tanggung. Ayo kita kemana ini juga masih terlalu pagi untuk kita pulang.
setelah berkeliling mereka pulang kerumah
Ojo sedih, kowe yo iso berkarir ra mung neng kono. Kabeh kuwi ono dalane. Mungkin kuwi dudu dalanmu (sapa seorang teman yang mengantar pulang).
Iya aku ikhlas kok (tersenyum dengan berat hati)
Assalamualaikum buk (sambil membuka pintu rumah)
Walaikumsalam, gimana tadi sudah daftar kamu? Apa ada tes seleksinya? Kapan? Persyaratannya gimana?. Segudang pertanyaan terlontar dari mulut ibuku. Aku tak sanggup menjawabnya. Beribu pertanyaan hanya satu jawaban. Pendaftaran sudah tutup. (seketika semua hening)
aku segera menghubungi temanku
Kamu dimana? Sibuk? (jari-jemariku mulai bergoyang diatas keypad handphone). Aku sudah tak punya pilihan. Mungkin aku harus melupakan itu semua. Ini memang pilihan terberat. Sesakit-sakitnya orang patah hati ditinggal sang kekasih, lebih sakit lagi jika keinginan yang kamu idaman tidak tergenggam. Aku kuliah saja lah kalau begini. Mungkin memang jalanku disini. Seperti jaman kecil dulu saat masih duduk di bangku sekolah dasar setiap ditanya guru. Apa cita-citamu nak? Guru buk, dokter buk, pilot buk. Mungkin aku salah satu anak yang menjawab guru buk. Ya ini yang sekarang harus aku jalani. Mencoba melupakan kegagalan yang tersimpan dan menjadi kenangan.
Temanku akhirnya membalas pesan singkat ku (sambil mengetik membalas pesan singkat). Ya sekarang aku sudah bulat untuk berkuliah bersamamu. Tapi aku masih ingin mencoba untuk mengajukan beasiswa itu. Apa disana ada. Kalau tidak ada bagaimana. Dengan ragu-ragu aku tetap mencoba untuk mendaftar dan melihat-lihat apa ada beasiswa itu.
Aku mencoba untuk mendaftar dengan cara online. Ya memang tidak mudah untuk mendaftar saja aku perlu kerumah teman untuk meminjam laptop. Maklum saja aku kan tidak punya laptop. Aku cari di setiap sudut web laman Universitas yang akan aku masuki. Dan memang ini jalan terbaik untukku. Aku menemukan beasiswa itu dan aku mencoba untuk mendaftar dengan beasiswa. Dan akhirnya aku bisa mendaftar, hanya beberapa hari setelah log in aku mengikuti tes tertulis di kampus itu.
perjalanan menuju semarang
Memang rumahku menuju ke Semarang sangat jauh. 120 km bisa kau bayangkan jika aku pulang pergi perjalanan itu bisa aku tempuh dari rumah sampai Kota Kembang Bandung. Aku berangkat dari rumah pagi buta pukul 03.00 dini hari. Aku bersama ayahku menggunakan kendaraan umum (bus Purwokerto-Semarang). Lagi-lagi aku dengan ayahku yang dari awal saat kakakku ingin kuliah tidak diperbolehkan namun saat aku ingin berkuliah aku selalu didampingi dengan ayahku. Aku tak dapat melihat apa-apa selama perjalanan hanya penerang jalanan yang dapat terlihat. Udara yang menembus kulit serasa membawaku dalam lamunan akan rumah. Mungkin aku saat ini masih tertidur dengan lelap. Namun sekarang aku harus menempuh perjalanan panjang.
setelah sampai di kampus universitas pgri semarang dengan segala aktifitas penduduknya yang di sibukan dengan pekerjaan masing-masing, lalu lalang kendaraan yang membuat macet jalanan. ya mungkin ini yang dinamakan kota atlas. jantungnya provinsi jawa tengah.
aku melihat daftar namaku di papan pengumuman untuk mengetahui dimana nanti aku akan mengikuti tes tertulis. Setelah mengetahuinya aku memang tidak tau harus kemana, tetapi aku bertemu dengan seorang wanita dia menyapa dan menunjukan jalan dan tempat tes itu dilaksanakan. Dia seorang mahasiswa Pendidikan Biologi semester enam saat aku berkenalan dengannya.
dua minggu kemudian pengumuman mahasiswa baru dibuka
Hari ini, ya hari ini. Wah aku jadi mahasiswa. Pakaian bebas tidak punya seragam. Berangkat udah nggak harus jam 7, jadi anak kos jauh dari orang tua. (sambil membayangkan hidup diperantauan). Makan,tidur,mencuci baju, semua serba sendiri. Kuat kuat jadi anak rantau.
saat membuka pengumuman deg deg deg suara jantung berdebar saat  membuka laptop juga  mulut komat kamit membaca doa-doa
Bismillah ya Allah, semoga aku lolos (sambil menekan tombol yang ada pada laptop). akhirnya aku lolos juga amin amin ya allah. Yah aku menyandang predikat mahasiswa sekarang. Dan semoga ini menjadi jalan yang terbaik untukku menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Yang memang dulu selalu aku gembor-gemborkan di depan teman sekolah dasar dan guruku dulu saat guruku menanyakan apa cita cita kalian nak. Sekarang aku menjadi calon guru. Dan aku juga belum tau apakah aku siap menjadi guru. Membagikan ilmu kepada generasi penerus bangsa ini. Membayangkan menjadi seorang guru saja aku belum siap. Namun apa boleh buat aku sudah masuk kedalam lubang yang akan menuntut untuk menjadi panutan menjadi seseorang yang dapat digugu lan ditiru.
Melupakan, iya melupakan kata itu yang pantas untuk diriku saat ini untuk kegagalan yang pernah aku alami.





Eva Rahmawati
Seorang Mahasiswi Universitas PGRI Semarang. Sedang menempuh Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Lahir di Wonosobo 20 Juni 1997.

Komentar

Postingan Populer